Perbedaan CASN dan CPNS dalam Perspektif Hukum ASN

Oleh Admin, 17 Apr 2025
Penerimaan pegawai negeri sipil di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, salah satunya melalui dua skema utama, yaitu CASN (Calon Aparatur Sipil Negara) dan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Masyarakat sering kali bingung tentang perbedaan CASN dan CPNS, terutama dalam perspektif hukum ASN. Dalam artikel ini, kita akan membahas perbedaan tersebut serta regulasi ASN yang mendasarinya.

Perbedaan pertama yang mencolok antara CASN dan CPNS adalah status kepegawaian mereka. CASN merupakan istilah baru yang diperkenalkan untuk menggantikan konsep CPNS. Dalam konteks ini, CASN bertindak sebagai alternatif bagi pegawai pemerintah untuk memasuki sistem ASN. Yang menarik, CASN diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mencakup berbagai aspek terkait pengelolaan dan penyelenggaraan profesi di bidang pemerintahan.

Sementara itu, CPNS adalah proses seleksi yang lebih tradisional dan telah ada sejak lama dalam kerangka hukum ASN. CPNS merujuk kepada individu yang lulus dalam ujian dan proses seleksi untuk menjadi pegawai negeri sipil, tetapi mereka masih dianggap sebagai calon yang harus melewati masa percobaan selama satu tahun sebelum menjadi PNS permanen.

Regulasi ASN menunjukkan bahwa baik CASN maupun CPNS memiliki tujuan yang sama, yaitu mengisi posisi di dalam lingkungan pemerintahan untuk mewujudkan aparatur sipil yang profesional. Namun, perbedaan kasat mata adalah fokus pada sistem seleksi dan kualifikasi yang diharapkan dalam proses rekrutmen pegawai. Dalam hal ini, CASN cenderung lebih fleksibel dan mengutamakan reformasi birokrasi, sedangkan CPNS lebih fokus pada ketaatan terhadap prosedur yang telah ditetapkan secara kaku.

Dari sudut pandang hukum ASN, perbedaan CASN dan CPNS juga muncul dalam hal pengaturan proses seleksi. Misalnya, ketika masyarakat mengikuti rekrutmen CASN, ada kemungkinan untuk mengadopsi metode berbasis kompetensi yang lebih modern dan relevan dengan kebutuhan saat ini. Sebagai contoh, pengujian dapat meliputi penilaian berbasis psikologi, wawancara, hingga asesmen keterampilan yang lebih spesifik, sesuai dengan kebutuhan tiap instansi.

Di sisi lain, CPNS masih menganut suatu sistem yang lebih klasik, dengan penekanan pada tes tertulis dan ujian kompetensi bidang. Hukum ASN saat ini menunjukkan kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, sehingga desain seleksi CASN lebih didasarkan pada prinsip meritokrasi dan keadilan. Hal ini diharapkan dapat mempercepat penerapan prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya, ada perbedaan dalam hal masa kerja dan pengangkatan. Pegawai yang berstatus CASN dapat diangkat langsung menjadi PNS setelah memenuhi kriteria dan lulus dari segala bentuk evaluasi, tanpa perlu menunggu masa percobaan yang panjang. Sebaliknya, CPNS harus melalui masa percobaan yang biasanya berlangsung satu tahun dan banyak tergantung pada performa mereka dalam pekerjaan.

Regulasi ASN juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam seleksi baik bagi CASN maupun CPNS. Penerapan teknologi informasi dalam proses rekrutmen diharapkan dapat mengurangi kemungkinan adanya praktik nepotisme dan diskriminasi. Sehingga, masyarakat lebih memiliki kepercayaan pada proses yang berlangsung.

Dalam keseluruhan, meskipun CASN dan CPNS memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menciptakan ASN yang profesional dan berkualitas, terdapat perbedaan jauh dalam proses seleksi, metode pengukuran kompetensi, serta waktu dan cara pengangkatan. Dalam konteks hukum ASN, pergeseran dari CPNS ke CASN menunjukkan bagaimana sistem kepegawaian publik di Indonesia beradaptasi dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

 
Copyright © DidinSaripudin.com
All rights reserved